My misterious friend (part 1)

“Dulunya dia adalah anak yang selalu diganggu…diketawain… gak ada yang mau jadi temennya karena dia selalu berpenampilan kucel, rambutnya bau dan tasnya jelek, dia memang orang miskin sih, jadi gak ada yang mau temenan sama dia…”

“Kenapa miskin kaya jadi syarat untuk berteman sih?”

“Gak taau…”

“Eh, tadi kamu bilang dulunya, memang sekarang dia gimana? Kulihat dia sering sendirian..”

“Hmm,,hmm… aku mau pulang dulu!”

“Eh..heii!!”

Diapun pergi, meninggalkanku bersama jutaan tanda tanya. Kenapa pergi begitu saja, seperti respon yang ku dapat sebelum-sebelumnya bila aku menanyakan hal yang sama pada orang-orang di sekolah baruku ini. Aku hanya penasaran… sebenarnya siapa gadis itu, aku kasihan melihat dia yang selalu sendirian, tidak punya teman… pasti rasanya sedih sekali. Kalau tak ada yang mau jadi temannya, biarlah aku saja, aku akan membuatnya merasakan apa yang orang lain juga rasakan… rasa memiliki seorang teman.

+++ +++

Di suatu pagi yang mendung, aku berjalan tergesa-gesa menuju sekolah, aku kesiangan lantaran cuaca yang mendukung untuk malas bangun. Aku cemas, sekarang jam berapa ya, aku melihat pergelangan tanganku, mau melihat jam namun ternyata tidak ada, duh, aku lupa memakainya! Aku pun memutuskan untuk berlari. Angin yang awalnya semilir kini semakin kencang, membuatku merinding kedinginan.

Tik..tik..tik

Hujan mulai turun!

“Astaga!” aku berlari semakin laju dengan tas yang kini beralih fungsi menjadi pelindung kepala. Aku celingukan kiri kanan, takut menabrak orang lantaran lari-larian begini. Di seberang jalan aku sempat melirik sebuah pohon kering yang sepertinya akan menggugurkan sehelai daun yang kehitaman di ujung rantingnya. Pohon yang malang… saat mataku kembali fokus ke jalan, tiba-tiba… Eh, anak itu! langkahku berhenti, aku melihat anak itu, anak perempuan misterius itu. Senyumku mengembang, mungkin ini saat yang tepat untuk memulai langkah mendekatinya, pikirku. Bergegas aku menyusulnya.

“Hai..!” aku menepuk pundaknya dengan hati-hati

Dia menatapku, sepertinya terkejut, dan aku? aku malah terperangah, dia cantik! Selama ini aku hanya memperhatikannya dari jauh, tak pernah sedekat ini, dia tidak kucel seperti yang dikatakan orang-orang, dia memakai gelang, kaus kakinya bagus, bandananya juga cantik, dia tidak seperti orang miskin. hmm… apa mungkin kehidupan ekonominya mulai membaik, tapi kenapa dia masih saja sendirian?

“Hai…”

“kenalkan! Aku Renya, anak 3.8 kamu anak 3.2 ya? nama kamu…”

“Hanis… iya, aku 3.2…”

“Kamu tinggal di dekat sini? Eh, hujannya udah gak ada lagi, hehe, aku baru sadar…”

Hanis tersenyum, kamipun berbincang sampai di sekolah, tapi…

“Pagarnya tutup! Haduuhh… terlambaat!! Bagaimana inniii!!! Hanis..bagaimana ini.. eh, itu pak Satpam!”

Melihat ekspresinya dari jauh, aku khawatir pak Satpam akan memarahi kami, tapi ternyata ekspresinya malah berubah jadi aneh. Dia segera menggeser pagar itu, membiarkan kami berlalu sambil berkata “Besok jangan terlambat lagi ya” tapi matanya celingukan entah kemana.

Aku mengatur langkahku, ingin melihat Hanis masuk ke kelasnya, dan aku mendapati pemandangan yang..hmm..aku tak tahu bagaimana menyebutnya, tapi…saat Hanis tiba di depan pintu kelasnya semua orang termasuk guru terdiam, lalu dia duduk di kursinya, kursi paling sudut di depan, dia sendirian. Gurunya tidak memarahi Hanis, kelas itu seperti tiba-tiba tegang. Aneh, …

Memangnya Hanis itu hantu? Sampai diliatin begitu. Kataku dalam hati sambil memonyongkan bibir.

Aku pun bergegas ke kelasku, dan… mungkin karena anak baru jadi aku tidak dimarahi guruku, hanya dinasehati sedkit.

Hehe, untunglah, aku tak kan terlambat lagi! Janjiku dalam hati.

+++ +++

Aku melihat sebuah pohon, pohon yang hampir mati, semua daunnya sudah berguguran kecuali satu, yang diujung ranting, daun itu sudah kering dengan warna hitam kecoklatan. Daun itu bergerak-gerak ditiup angin, aku menyeberangi jalan untuk mendekati pohon itu, aku melihat dari akar hingga ke rantingnya, pohon itu begitu tinggi. Kemudian aku menyadari ada keanehan dengan daunnya, daunnya bergerak! Bukan karena angin! Perlahan daun yang menggulung itu terbuka! Aku melihat dua cahaya merah kecil di dalamnya!

“Hah!!” Aku terbangun, tubuhku berkeringat, keringat dingin!

“Reen..! bangun sayang, sudah jam 6, nanti terlambat lagi lo…” Mama memanggil dari ruang makan

“ia Ma..”

Di meja makan, aku kembali teringat dengan mimpiku, pohon itu… aku jadi takut ke sekolah sendirian, jadi aku meminta Mama mengantarkanku dengan sepeda, awalnya Mama mau mengantarku dengan motor, tapi aku menolak, karena aku mau melihat pohon itu dengan teliti, kalau pakai motor, nanti terlalu kencang dan aku tidak bisa memperhatikan pohon itu lebih lama. Dan tentunya alasan ini tidak kukemukakan pada Mama.

Pukul 06.30 aku berangkat. Cuaca hari ini cerah, awan-awan melayang di langit dengan perlahan, terlihat beberapa tukang sapu jalan sedang mengerjakan tugasnya. Dan sampailah aku di jalanan tempat pohon itu!

“hah, tidak ada… sudah gugur ya?” aku bergumam lirih, daun kering itu sudah tidak ada.

“apa sayang?”

“aa… bukan Ma…” mataku menyisir lingkungan di sekitar pohon itu, mungkin ada di sekitaran akar-akaran pohon itu, tapi pandanganku tak menemukan satupun daun, apa sudah gugur lalu terbawa angin entah kemana? Atau sudah disapu oleh tukang sapu?

Kilasan mimpi itu terus membayangi hingga di kelas, aku belum pernah bermimpi seperti itu, rasanya seperti nyata, aku tetap dengan lamunanku sampai salah seorang teman sekelas membuatku terkejut. Ternyata dia menanyakan perihal kedekatanku dengan Hanis. Dia khawatir aku akan celaka jika berteman dengan Hanis.

“kenapa? Aku hanya kasihan padanya, seperti tak ada orang yang mau berteman dengannya, lagi pula kau penasaran kenapa orang-orang seperti ketakutan terhadapnya, dia anak yang baik dan lembut kok”

“hfftt..kalau aku ceritakan kamu janji ya jangan pernah bilang tahunya dari aku! dan jangan lagi temenan sama dia kalau kamu mau aman!”

“A…?” aku berpikir keras, kalau aku nggak janji nanti aku akan kehilangan kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang Hanis, kalau nunggu aku nyari sendiri entah kapan usainya, sementara rasa penasaranku makin menjadi-jadi…

“… iah, aku janji”

“ok. Hanis itu berubah sejak 2 tahun belakang ini. Dia dulunya sering di..”

Jangan ceritain yang dulunya, ceritakan Hanis yang udah berubah, soalnya kalau yang itu aku udah tahu”

“baiklaah, kamu pernah dengar cerita tentang siswa di sini ada yang udah pindah”

Aku menggeleng

“mereka itu pindah karena gak tahan diganggu sama pelindung Hanis!”

“Pelindung?”

Temanku mengganggkuk

Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut dari depan. Aku dan teman-teman lainnya keluar mencari asal keributan. Ternyata memang dari kelas depan, ramai sekali kelas itu, seperti ada artis saja. Eh, itukan kelas Hanis?

Aku bergegas ke depan dan melewati kerumunan, tapi terlalu sempit, jadi aku hanya melihat dari luar

“usir anak itu! Dia sudah menakut-nakuti banyak orang! anak saya sampai takut sekolah gara-gara dia”

“sabar bu, sabar..” // “kita tidak punya buktinya bu…”

“bukti apa lagi…”

Pengumuman dari mikrofon sekolah terdengar… memerintahkan siswa-siswa masuk ke kelas mereka masing-masing. Saat kerumunan siswa dan bahkan beberapa guru hendak kembali aku diam-diam berbelok ke belakang kelas 3.2, aku penasaran, ada apa sebenarnya.

Aku berhasil! Aku melihat Hanis, ternyata dia yang sedang dimarahi habis-habisan oleh Ibu-ibu itu. kasihan Hanis, apa sih salah dia? Namun, Hanis datar saja, dia tidak menatap Ibu itu, dia hanya diam… sementara anak-anak kelas 3.2 yang lain wajahnya sudah syok dan tegang. Tiba-tiba aku merasakan ada seseorang di belakangku. Aku berbalik, dan… tidak mendapati apapun. Hanya semilir angin dingin. Tunggu! ada sesuatu di balik pohon, aku melihatnya lekat-lekat, rasanya mataku sudah berkontraksi dengan maksimal dan saat aku berkedip bayangan hitam kecil di antara dedaunan pohon itu menghilang!

Apa itu tadi? Aku mengucek mataku, melihat lagi dan tidak mendapati apapun. Hanya beberapa burung yang terbang. Aku kembali ke jendela Hanis, saat aku membalikkan wajah ke jendela itu…

“aaa” aku terperanjat. Wajahnya Hanis tepat di balik kaca di depan wajahku! Aku hampir kehilangan keseimbangan.

“Hanis…”

Dia hanya menatapku datar dan ternyata semua orang di kelas 3.2 menatapku pula. Aku takut dillihat orang sebanyak itu, akupun bergegas pergi.

Bel tanda pulang berbunyi, aku menyandang tas dengan malas, atau yang lebih tepat disebut lemas. Kejadian hari ini seolah menguras habis energiku. Pikiranku melayang pada Hanis, Hanis benar-benar gadis yang misterius, entah apa, entah kenapa, semua hal tentang dia justru membuatku makin tertarik padanya, kepedulianku makin besar untuk menolongnya. Aku berjalan dengan gontai menuju rumah, dengan sejuta tanya berkelebat diotakku. Aku terus saja melamun hinggaa Matahari tenggelam, dan digantikan oleh bulan yang begitu besar dan cerah…

“bulan purnama…” gumamku di depan meja belajar. Aku mengalihkan pandanganku menuju layar laptop yang masih kosong dari alfabet.

“PR ini menyebalkan!, aku nggak konsen!”

Bruk!

Eh! Eku menoleh, ada yang menabrak jendelaku, aku celingukan, tak ada apa-apa, aku kembali pada laptopku..

bruk!

“Hah?!” Aku melihat ke asal suara dengan cepat, apa itu?

Seekor hewan kecil bersayap menabrak jendelaku!

bruk!

Apa-apaan ini, aku lantas membuka kaca jendelaku. Membiarkannya masuk.

Slap!

Hewan kecil itu masuk dengan mulus dan mendarat tepat di atas kasurku. Saat ia mengembangkan sayap kecilnya, aku tahu bahwa ia adalah…

“kelelawar?”

Kedua mata kecilnya merah menyala, ia menganga, memamerkan taring-taring kecilnya padaku, wajahnya terlihat sangat mengerikan!

Duarr!!

Gelegar petir nyaris meledakkan jantungku!

‘klik!’ listrik padam!

“Aaa!!” Kegelapan adalah hal yang paling tidak kusukai, kalau tak boleh dibilang takut.

Dengan cahaya seadanya aku bergegas menuju pintu, mencoba membukanya, namun pintunya tak mau terbuka, aku panik, aku tidak suka keadaan seperti ini

“Mama! Ma!! Mama!!” aku berteriak sambil menggedor-gedor pintuku sendiri. Lalu aku teringat kalau Mama sedang tidak dirumah, Ia pergi bersama Papa dari tadi, dan takkan pulang sebelum jam 9. Aku panik, aku benar-benar panik!

Aku mendengar suara aneh, dan aku tahu itu suara kelelawar, aku menoleh

Kelelawar itu melompat-lompat, tiba-tiba ia terbang, menabrak lemariku, lalu terbang lagi, dan menabrak laptopku

Duarr!!! Petir kembali membelah langit, hujan turun dengan lebatnya.

‘klik’ listrik kembali hidup,

Tapi kelelawar itu, menghilang! dan yang membuat alisku beradu adalah apa yang ditinggalkan kelelawar itu, di lemari dan laptopku.

“darah?” aku merinding…

Hewan itu…? dia terluka…

Perasaanku tidak enak, entah kenapa, aku teringat pada Hanis… aneh, aku merasa harus menelponnya.

“tiit..tiiit…tiiitt..?”

“klik..”

“halo..assalamualaikum, Hanis?”

“..ssss……ss…”

“hanis? Halo, hanis?”

“tsss…..ssss…”

.”hanis? kamu dimana?” aku merasa ada yang tidak beres dengannya.

“..t..tto..tolong..?”

“tit..tit..tit..tit..” singnalnya terputus.

Aku tak tahu, tapi aku merasa harus pergi keluar, pergi ke jalan di mana aku berkenalan dengan Hanis pertama kali. Tapi bagaimana? Pintu kamarku macet! Sedetik kemudian, ide gila menabrak kepalaku.

“Aku akan lewat jendela!” saat ini aku tak memikirkan apapun kecuali keselamatan Hanis,, perasaanku begitu kuat bahwa dia dalam bahaya, tak ada tangga ataupun tali, dari lantai 2 rumahku aku melompat begitu saja!

Tap! Kakiku mantap menapak tanah. Lalu berlari sekencang-kencangnya! dimana kau Hanis? Apa yang terjadi padamu? Tunggu aku! tunggu aku Hanis!

Hujan mulai reda, bersamaan dengan langkah kakiku yang terhenti, pohon kering yang misterius itu kini berada tepat di seberangku. Dan daun itu, ada di rantingnya. Bagaimana mungkin? Bukankah daun itu sudah guguri? aku memperhatikan.

Kilat menyambar! Daun itu terlepas dari rantingnya… dan terbang! Terbang dengan dua kepakan sayapnya!

Kelelawar!! Batinku berseru, jadi selama ini, yang kulihat bukanlah daun! Tapi kelelawar yang tengah bergelantungan! Siing! Aku teringat dengan mimpiku seminggu lalu. aku tak tahu, tapi kakiku bergerak, berlari mengikuti kelelawar itu. aku tak tahu, tapi aku merasa kelelawar itu akan membawaku pada Hanis. Mungkin aku sudah gila karena terlalu mengkhawatirkan Hanis, tapi perasaan ini begitu kuat. aku begitu yakin.

Tap! Tap! Tap!

Aku tiba di gerbang sekolah! Dengan kilatan petir sebagai penyambut kehadiranku. Aku bergidik ngeri,

Kelelawar itu! aku melihatnya terbang rendah ke lapangan sekolah. Aku meloncati pagar sekolah dan melesat ke lapangan. Dan benar saja, aku menemukannya!

“Hanis “

aku berlari ke tengah lapangan, tempat Hanis terkapar. Tubuhnya berlumuran darah, luka goresan yang cukup dalam terlihat disepanjang lengannya, dan kelelawar itu tepat berada di atas tubuhnnya, kelewar itu sekarat, seperti Hanis. aku tak bisa bicara, aku syok dengan semua darah yang ada.

“Ha..Hani..s” Saat aku hendak menyentuh gadis malang itu. tubuhnya mengejang! Ia memegangi lehernya sendiri, ia kesakitan. Begitupun kelelawar itu. kelelawar itu tiba-tiba melompat ke arahku, jatuh tepat di tanganku, hujan yang sempat reda kembali deras, aku membungkus kelelawar kecil itu dengan kedua telapk tanganku.

Wajahku memanas, meski air hujan membasahi wajah, tapi aku bisa merasakan hangatnya air mataku.

“Siapa..siapa yang melakukan semua ini Hanis?” aku membersihkan wajahnya dari tanah dan darah.

Plak!! Kepala belakangku panas. semua berubah gelap, tubuhku terjerembab. Dan saat aku membuka mata, kelelawar itu masih di tanganku, darah..tanganku berdarah, mengucur ke tanah, tanah yang digenangi darah.. . aku tersadar, Hanis!?

aku mencoba berdiri, pandanganku kabur, kepalaku berat… tubuhku tak seimbang… aku tak sanggup, hampir-hampir kesadaranku melayang.. namun sesuatu yang melintas di depan wajahku, menarik kembali kesadarnku.

“Ya Allah… Hanis!!” aku mencarinya, aku mencari ke labor, kantor, dan kelas-kelas. Apa yang terjadi dengan gadis itu, tiba-tiba aku teringat dia terluka parah, seharusnya aku memperhatikan.. jejak darahnya! Aku kembali ke lapangan. Begitu sampai di sana…

“bodohnya aku, tentu saja hujan telah menghapus jejaknya..”

Aku tak bisa lagi menahan beratnya kepalaku, pandanganku semakin tak karuan, lapangan ini berputar dan semuanya gelap…

+++ +++

Tinggalkan komentar